*** BERPIKIR BESAR - BERANI MENCOBA - JANGAN TAKUT GAGAL - MULAILAH DARI SEKARANG ***

14 Oktober 2012

Majalah DJPDN Edisi Sept 2012


Kisah Si Raja Karpet Dari Bekasi, Beromset Miliaran Dengan Ribuan Jaringan

26 September 2012 09:25:53, dibaca: 134 kali
Oleh : noeltrg
   
Bermula hanya dari seorang sales karpet keliling, kini Heru Purnomo punya kerajaan bisnis karpet lokal yang beromset miliaran rupiah per bulan. Punya 100-an karyawan tetap dan 3800 orang  tenaga pemasaran.
Terlepas dari fungsionalya, karpet itu merupakan simbol kemewahan.  Dan kemewahan merupakan kesukaan manusia yang sangat asasi. Inilah logika pikir Heru Purnomo yang mendorong dirinya untuk membidik peluang usaha karpet 10 tahun silam (tahun 2002).
“Setiap orang butuh karpet untuk mempercantik rumahnya. Ini adalah pasar besar,” kata pria kelahiran Madiun, 25 April 1974 ini, kepada Info PDN saat membeberkan ‘kalimat kunci’ yang membuat tekadnya membara untuk membangun kehidupan dengan berbisnis karpet setelah sekian lama bolak-balik mengunjungi sentra-sentra bisnis di Jakarta untuk menggali ide dan peluang usaha.   
Lalu, kata Heru, ia mencoba menghitung-hitung keuntungan yang akan didapatnya dari berbinis karpet. “Luar biasa, labanya sangat menggiurkan. Bayangkan,  jika satu karpet  untungnya hingga 50% lebih, bagaimana kalau 10 karpet, 100 karpet, 1000 karpet, bahkan berkontainer-kontainer? Itu kata benak saya waktu itu,” imbuhnya. 
Tekad Heru pun kian membuhul dalam jiwanya. Namun, aral demi aral seolah tak rela melihat buhulan tekad Heru. Aral pertama datang menyapanya dengan membawa kenyataan bahwa dirinya sama sekali tak memegang uang sepeser pun untuk modal memulai usaha itu.
Alih-alih untuk modal usaha, gajinya sebagai karyawan biasa di PT. Kabel Metal Indonesia, Jakarta Timur, salah satu anak perusahaan Gajah Tunggal Group, kala itu hanya pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.  Bahkan, Heru dan istrinya, Nana Nadhifah,  sejak menikah tahun 2009 hanya bisa mengontrak sebuah rumah petak kecil di daerah Pulogebang, Jakarta Timur. Kemudian, untuk menambah penghasilan, Heru juga sempat menekuni berbagai macam usaha MLM (Multi Lever Marketing) seperti CNI, Ahadnet, DBS, dan BMW. Tak ketinggalan, istrinya pun mencoba membantunya dengan berjualan garmen keliling perumahan.
Sebagai “alumnus” sejumlah MLM, Heru tak merasa modal uang sebagai hambatan. Ia memutar otak. Akhirnya, akal kreatifnya mengajak Heru mengumpulkan brosur-brosur karpet dari toko-toko karpet di Tanah Abang, Mangga Dua, dan beberapa sentra bisnis lainnya.  Lalu, dengan uang Rp 150.000 yang ada di kantongnya, Heru nekat membuat katalog sendiri dengan mencantumkan namanya pada katalog tersebut dan kemudian menyebarkannya ke berbagai tempat yang dinilainya strategis.  
Kali ini, aral kedua mendapatkan momentumnya. Sudah 3 bulan lebih katalog disebar tapi tak ada satu calon konsumen  pun yang mencoba menelpon atau datang.  Sedihnya lagi, pada saat penantian penuh harap itu aral ketiga datang membawa banyak cibiran dan cemoohan dari orang-orang di sekitarnya. “Untuk apa jualan karpet?  Orang itu, untuk makan saja susah, apa lagi untuk beli karpet. Kalimat ini tak jarang meluncur dari mulut teman-teman saya,” kenangnya. 
Singkat kata, akhirnya suatu hari “telur pun pecah”.  Orderan pertama yang dinantikan datang; 4 buah karpet. Tapi, lagi-lagi kemudahan belum berpihak pada Heru.  Untuk memenuhi orderan itu butuh modal sekitar Rp 900 ribu dan ia tidak punya. Tak kehabisan akal, Heru mencoba menawarkan peluang kerjasama ke sejumlah temannya. Singkat cerita, upayanya membuahkan hasil.
“Malam itu saya mencoba menawarkan kerjasama ke tetangga sebelah rumahku., Saya berhasil meyakinkan pembagian labanya dan bersedia memodali Rp 900.000 untuk membeli karpet pesanan sebanyak 4 pcs,” tuturnya.
Besoknya, Heru pun belanja. Namun, ia tidak langsung mengirim ke pemesannya, tapi mencoba menggelarnya di Marakas, sebuah pasar basah modern di Bekasi. Ia menawarkannya kepada setiap orang yang melintas. Namun, setiap ada yang mau beli tidak boleh, sehingga membuat banyak orang keheranan. “Waktu itu saya mencoba memancing orang untuk pesan dulu dan memberi uang muka sebagai cara saya untuk dapat modal,” ungkapnya.
Dan cara itu terbukti berhasil. Sejumlah orang memesan dengan uang muka, dan beberapa di antaranya bahkan ada yang langsung bayar kontan meski barang belum ada.  Cara itu terus dilakukan Heru hingga ia bisa  belanja karpet lebih dari Rp 10 juta.  
Merasa sudah cukup modal dan pengalaman pasar, akhirnya Heru mengontrak sebuah toko sebagai tempat display produk dan dijaga istrinya. Sementara itu, untuk promosinya ia masih terus  berdagang keliling, menyebarkan brosur dan memasang spanduk.  Kemudian, untuk mengembangkan bisnisnya, tahun 2007 ia memberanikan diri meminjam uang ke bank sebesar Rp 64 juta. Uang tersebut digunakannya untuk tambahan modal dan uang muka beli mobil.
“Pertama kali saya punya mobil Carry, yang saya gunakan untuk mengangkut karpet. Sekarang saya malah sudah punya 8 mobil,” ujar lelaki yang pernah mendapatkan penghargaan dari Sejati tahun 2010 ini dengan bangga.
Pada tahun 2007 itu pula Heru mulai memasarkan karpetnya lewat internet.  Saat itu, omset Heru bisa mencapai Rp 30 hingga Rp 40 juta per bulan dan terus berkembang dan berkembang. Akhirnya, tahun 2010, Heru memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya untuk fokus pada bisnisnya.
Keputusan itu dengan segala aral yang dilaluinya sejak 2002 ternyata tak sia-sia. Jaringan pemasaran usahanya kian menggurita. Bahkan, sejak tahun 2007 itu Heru juga sudah merintis mendirikan pabrik  karpet sendiri dengan merek Higen Jaya Karpet.
Dan saat ini, berkat kerja keras dan keuletannya, Heru sudah memiliki 3 usaha yang bergerak di bidang karpet dan interior beromset miliaran rupiah. Untuk menjalankan kerajaan bisnisnya ini, Heru dibantu oleh 100 orang lebih karyawan dan orang-orang professional di sekitarnya. Selain itu, ia juga memiliki lebih dari 3800 agen yang tersebar di seluruh kota/kabupaten di tanah air.  Soal omset, jangan ditanya; bisa 2 hingga 3 miliar per bulan.
Karpet Handmade Kualitas Internasional
Pabrik karpet Heru berdiri di atas lahan seluas 2800 m2. Menurut ayah dari 3 orang putra ini, memiliki pabrik karpet juga merupakan mimpinya yang menjadi nyata. ”Saya membayangkan punya pabrik, dan membuat karpet sendiri. Saya berusaha merealisasikan tujuan saya itu, dan ternyata bisa,” imbuhnya.
Produk dari pabrik karpet Heru adalah karpet handmade (kerajinan tangan) custom design. Proses pembuatannya menggunakan mesin tembak dan dikerjakan beberapa orang. Karpet handmade ini selain memiliki design khusus (sesuai pesanan), ukurannya juga bisa disesuaikan dengan pesanan. Artinya, ukuran bisa disesuaikan dengan bentuk dan ukuran ruangan.
Dibantu dengan 80 orang karyawannya, per bulan Pabrik Higen Jaya Karpet dapat memproduksi lebih dari 5000 m2karpet. Dengan yakin Heru mengatakan, bahwa kualitas karpet buatannya tidak kalah bagus dari karpet impor. Selama ini ia menggunakan bahan baku seperti wol, akrilik, juga sutera. “Pokoknya semua itu tergantung pesanan,” lanjutnya sambil mengajak Info PDN berkeliling melihat proses pembuatan karpet secara langsung di pabriknya.
Nyaris tidak ada kendala yang berarti bagi Heru dalam menjalankan roda bisnisnya ini, kecuali soal bahan baku saja. Kata dia, bahan baku karpenya masih impor dari New Zealand dan China.
Untuk pasar, pelanggan HJ Karpet tak hanya para pedagang yang membeli secara grosir dan eceran, tetapi juga masjid-masjid dan sejumlah perkantoran, perusahaan dan hotel-hotel terkemuka di Jakarta. Perusahaan-perusahaan besar seperti Chevron, Omron, Mustika Ratu, Shangri La Hotel, Departemen Keuangan, Depkumham, dan Masjid Raya Banten pernah merasakan service terbaik darinya.
Heru merasa sangat yakin dengan masa depan bisnisnya ini. “Prospeknya jelas, pembangunan perumahan, kantor, hotel, hingga masjid semakin banyak. Mereka pasti membutuhkan karpet untuk mempercantik, dan membuatnya menjadi lebih nyaman,” ungkapnya. Bahkan, kini ia juga mulai mendapat banyak permintaan, tak hanya dari dalam negeri, tapi juga  dari luar negeri; seperti dari Abudabi, Malaysia, dan Rumania. 
Sayangnya, Heru belum bisa memenuhi permintaan ekspor ini. “Untuk memenuhi permintaan dalam negeri saja kami masih kualahan. Tapi ini sudah kami pikirkan. Ke depannnya mungkin saya akan menambah jumlah karyawan untuk memenuhi permintaan itu,” tutup Heru dengan senyum ramahnya. (ccp/Amf)


Diambil dari : http://ditjenpdn.kemendag.go.id/index.php/public/information/articles-detail/berita/93

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar ANDA :